×

Our award-winning reporting has moved

Context provides news and analysis on three of the world’s most critical issues:

climate change, the impact of technology on society, and inclusive economies.

Tingginya laju urbanisasi, deforestasi di Asia memiliki kaitan dengan virus mematikan

by Rina Chandran | @rinachandran | Thomson Reuters Foundation
Wednesday, 11 March 2020 08:33 GMT

Penyakit-penyakit seperti virus corona yang ditularkan dari hewan ke manusia semakin meningkat seiring rusaknya habitat satwa liar dan semakin padatnya perkotaan.

Oleh Rina Chandran

BANGKOK, 11 Maret (Thomson Reuters Foundation) – Tingginya laju deforestasi, urbanisasi dan pembangunan jalan adalah faktor utama penyebaran penyakit menular di Asia termasuk virus corona, pakar kesehatan dan lingkungan mengatakan Rabu lalu.

Di seluruh dunia, lebih dari 119.000 orang telah terinfeksi virus corona COVID-19 yang muncul di China akhir tahun lalu dan telah mengakibatkan lebih dari 4200 kematian, menurut perhitungan Reuters.

Kajian lebih dalam: Virus corona dan dampaknya terhadap masyarakat, perkotaan, dan ekonomi

Virus corona adalah penyakit zoonotik atau zoonosis, yang berarti ditularkan dari hewan ke manusia. Contoh zoonosis antara lain virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang ditularkan dari musang dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) yang ditularkan dari unta, juga Ebola dan flu burung.

“Penyakit-penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia tengah mengalami peningkatan seiring terjadinya perusakan habitat liar dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat kegiatan manusia di seluruh dunia,” tutur Doreen Robinson, kepala divisi satwa liar di Program Lingkungan PBB (UNEP).

“Manusia dan alam adalah bagian dari sistem yang saling terhubung. Kita harus memahami bagaimana [sistem tersebut] bekerja supaya kita tidak mendorong terlalu jauh dan menghadapi konsekuensi negatif yang semakin memburuk,” katanya.

Populasi yang meningkat cepat dan kondisi iklim yang semakin parah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap lahan akibat penebangan hutan, urbanisasi, intensifikasi pertanian dan ekstraksi sumber daya alam, sehingga menimbulkan peluang lebih besar untuk berpindahnya patogen dari hewan ke manusia, ungkap UNEP dalam laporan tahun 2016.

Sekitar 60% penyakit menular pada manusia bersifat zoonotik. Demikian pula 75% penyakit menular baru. Perubahan penggunaan lahan dan pergeseran industri pertanian—termasuk pola budidaya yang lebih intensif—menjadi pendorong utamanya, UNEP mengatakan.

“Perubahan penggunaan lahan, misalnya dengan pembangunan jalan atau perkotaan, menciptakan reaksi berantai berupa dampak lingkungan, sosial ekonomi, manusia dan fauna di kawasan tersebut,” ujar Karen Saylors, chief executive Labyrinth Global Health, sebuah organisasi penelitian yang berbasis di Florida.

Kebutuhan lahan pertanian dan penggembalaan, serta ekstraksi sumber daya yang agresif juga mengakibatkan “transformasi lingkungan yang drastis” termasuk deforestasi, Saylors menambahkan.

Sementara itu, urbanisasi telah menyebabkan semakin padatnya populasi perkotaan dan meningkatkan potensi wabah penyakit menular dalam skala besar, lanjutnya.

Hal ini terbukti di Asia di mana kota-kota yang padat penduduk seringkali tidak dirancang dengan baik dan kesenjangan yang semakin melebar meningkatkan kerawanan terhadap wabah penyakit dari segi kesiapan dan tanggapan.

Lembaga seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah memperluas pendekatan terhadap kesehatan global dengan memasukkan “kesehatan lingkungan” yang mempertimbangkan pengaruh iklim, tumbuhan dan satwa liar, Saylors melanjutkan.

Kawasan tropis kehilangan 12 juta hektar tutupan hutan pada 2018 akibat kebakaran dan pembebasan lahan. Brazil, Indonesia dan Malaysia mengalami kehilangan hutan terbesar, menurut lembaga layanan pengawasan Global Forest Watch.

Di sisi lain, pemerintah beberapa negara di Asia Tenggara semakin mengakui bahwa masyarakat adat adalah penjaga hutan terbaik, menurut David Ganz, direktur eksekutif lembaga nirlaba The Center for People and Forests (RECOFTC) di Bangkok.

“Kesehatan manusia terkait dengan kesehatan satwa, tetapi juga dengan kesehatan hutan,” Ganz menuturkan kepada Thomson Reuters Foundation.

“Memperkuat hak-hak masyarakat adat atas tanah melalui [praktik] kehutanan berbasis-masyarakat dapat mengurangi risiko epidemi akibat virus yang ditimbulkan deforestasi,” ujar Ganz.

(Liputan oleh Rina Chandran @rinachandran; disunting oleh Michael Taylor. Dalam mengutip, harap sebutkan Thomson Reuters Foundation, divisi nirlaba Thomson Reuters, yang mengangkat kehidupan orang-orang di berbagai penjuru dunia yang berjuang untuk hidup bebas dan adil. Kunjungi kami di: http://news.trust.org)

Standar Kami: The Thomson Reuters Trust Principles.

Our Standards: The Thomson Reuters Trust Principles.

-->