×

Our award-winning reporting has moved

Context provides news and analysis on three of the world’s most critical issues:

climate change, the impact of technology on society, and inclusive economies.

Raksasa yang hilang: Pembalakan dan perubahan iklim pangkas kapasitas penyimpanan karbon di hutan

by Michael Taylor | @MickSTaylor | Thomson Reuters Foundation
Thursday, 28 May 2020 18:00 GMT

Kanopi hutan di wilayah Sapara, Ekuador dalam foto yang diambil pada 2017. Joke Baert dan Thierry Mallet, Fundacion Pachamama/Tyson Miller via REUTERS

Image Caption and Rights Information

Deforestasi, kekeringan dan kebakaran secara permanen mengubah hutan karena menurunkan kapasitasnya dalam menyerap karbon dioksida yang dapat menaikkan suhu bumi.

Oleh Michael Taylor

KUALA LUMPUR, 29 Mei (Thomson Reuters Foundation) – Para ilmuwan pada Kamis lalu memperingatkan bahwa pembalakan liar dan dampak perubahan iklim mengubah populasi pepohonan di hutan-hutan di dunia menjadi lebih pendek dan berusia muda sehingga kapasitasnya dalam menyerap dan menyimpan emisi penyebab kenaikan suhu bumi turun drastis.

Hal ini akan menimbulkan implikasi serius terhadap upaya mencapai target iklim dunia dan mengendalikan kenaikan suhu bumi di taraf aman, tutur para ilmuwan tersebut.

Penelitian di bawah pimpinan Pacific Northwest National Laboratory (PNNL) milik Departemen Energi Amerika Serikat,  dengan dukungan pakar dari Universitas Birmingham di Inggris, menganalisis hutan selama satu abad terakhir serta memprediksi situasi di beberapa dekade ke depan.

Hasil penelitian tersebut memperingatkan bahwa deforestasi, perubahan peruntukan lahan, kebakaran hutan, kekeringan, kerusakan akibat angin, penyakit dan wabah serangga meningkatkan angka kematian pohon dan mengakibatkan penurunan drastis usia dan ketinggian pepohonan di hutan di seluruh dunia.

“Pepohonan di hutan menjadi lebih pendek dan rata-rata berusia lebih muda dalam seratus tahun terakhir,” kata Tom Pugh, peneliti dan dosen tetap Universitas Birmingham.

“Hutan menyerap karbon dalam jumlah yang sangat besar dari atmosfer,” Pugh mengatakan kepada Thomson Reuters Foundation. Hasil penelitian ini “menunjukkan bahwa penyerapan karbon tersebut akan cenderung turun di masa yang akan datang.” 

Bentangan hutan hujan tropis yang luas di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brasil dan Republik Demokratik Kongo membantu mengatur curah hujan, mencegah banjir, melindungi keanekaragaman hayati dan meredam perubahan iklim.

Pohon juga menyerap karbon dioksida—polutan utama yang meningkatkan suhu udara di bumi—sekaligus menyimpan karbon tersebut, yang akan dilepas kembali saat tumbuhan ditebang, terbakar atau membusuk.

Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, sebagian besar pemerintah negara di dunia berkomitmen untuk menjaga agar suhu bumi naik “tidak lebih dari” 2 derajat Celsius (3,6 derajat Fahrenheit) di atas temperatur pra-revolusi industri sambil mengupayakan agar kenaikan tidak melebihi batas bawah yaitu 1,5 derajat Celsius.

 

Hutan tropis adalah lokasi penyimpanan karbon raksasa—pepohonannya saja mengikat 250 miliar ton karbon—atau setara dengan jumlah emisi bahan bakar fosil yang dihasilkan selama 90 tahun dalam tingkat sekarang ini, menurut para ilmuwan.

Musnahnya hutan-hutan tersebut membuat upaya perlindungan stabilitas iklim semakin sulit, lanjut para ilmuwan tersebut. 

“Untuk mencapai target perubahan suhu dibutuhkan pengurangan emisi yang lebih agresif karena saat ini hutan-hutan menyerap lebih sedikit karbon. Karena itu pilihan kita adalah membuang lebih sedikit karbon ke atmosfer atau mencari cara lain untuk mengeluarkannya dari atmosfer,” tutur Pugh.

“Artinya bumi akan jadi makin panas,” katanya.

 

PERGESERAN SPESIES

Meningkatnya temperatur dan konsentrasi karbon dioksida telah mengubah hutan-hutan di dunia, dan berpotensi mengakibatkan pergeseran signifikan pada ragam spesies pohon dan satwa yang menghuni dan membentuk ekosistem di hutan, ungkap sebuah studi yang akan dipublikasikan di jurnal Science Jumat lalu.

Dengan demikian praktik konservasi hutan juga harus berubah, tutur Pugh.

“Perlu adanya pengelolaan hutan yang lebih adaptif yang mempertimbangkan… iklim yang kita perkirakan akan terjadi dalam beberapa dekade ke depan, sekaligus memastikan bahwa dalam menanam pohon, faktor ini pun menjadi pertimbangan,” katanya.

Hutan-hutan tua di seluruh dunia sangat terdampak. Luas dan ketinggian hutan tua di seluruh dunia cenderung akan terus mengalami penurunan.

“Bumi di masa depan, dengan sedikitnya hutan tua yang luas, akan sangat berbeda,” ujar Nate McDowell, peneliti PNNL dan pimpinan tim penulis riset tersebut.

“Hutan tua seringkali menampung lebih banyak keanekaragaman hayati dan mengikat lebih banyak karbon daripada hutan muda,” katanya dalam sebuah pernyataan.

 

Artikel terkait

Global warming fast shrinking rainforest role as climate protector

Pandemic piles pressure on world's shrinking forests

Forest loss seen slowing globally, but progress patchy

As Amazon fire season looms, smoke and virus could be 'a disaster'

Forests and climate change

 

(Liputan oleh Michael Taylor @MickSTaylor; disunting oleh Laurie Goering. Dalam mengutip harap sebutkan Thomson Reuters Foundation, divisi nirlaba Thomson Reuters yang mengangkat kehidupan orang-orang di berbagai penjuru dunia yang berjuang untuk hidup bebas dan adil. Kunjungi kami di: http://news.trust.org)

Standar Kami: The Thomson Reuters Trust Principles.

Our Standards: The Thomson Reuters Trust Principles.

-->