×

Our award-winning reporting has moved

Context provides news and analysis on three of the world’s most critical issues:

climate change, the impact of technology on society, and inclusive economies.

Hutan hujan terus musnah seiring munculnya bahaya baru akibat virus corona

by Michael Taylor | @MickSTaylor | Thomson Reuters Foundation
Tuesday, 2 June 2020 04:01 GMT

Pemandangan di Bela Vista do Jaraqui, bagian dari Unit Konservasi Puranga Conquista di sepanjang bantaran Sungai Negro, tempat tinggal suku Ribeirinhos (penghuni hutan) di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19) di Manaus, Brasil, 29 Mei, 2020. Foto diambil menggunakan drone. REUTERS/Bruno Kelly

Image Caption and Rights Information

Hutan-hutan tua masih terus ditebangi meskipun telah ada upaya global untuk memperlambat laju deforestasi hutan tropis, bahkan hingga kini, saat krisis virus corona meningkatkan risiko kejahatan lingkungan.

Oleh Michael Taylor

KUALA LUMPUR, 2 Juni (Thomson Reuters Foundation) – Tiap enam detik hutan hujan tropis seluas lapangan sepak bola musnah tahun lalu, para peneliti mengatakan Selasa lalu, seraya mendesak berbagai negara untuk memasukkan perlindungan hutan dalam perencanaan stimulus ekonomi pasca-pandemi mereka. 

Hilangnya 3,8 juta hektar hutan tropis primer—yaitu kawasan hutan tua yang masih utuh—pada 2019 adalah penurunan luas hutan ketiga terbesar sejak awal abad ke-21, menurut data Global Forest Watch (GFW).

“Hutan primer adalah kawasan yang menurut kami paling mengkhawatirkan karena berimplikasi paling besar terhadap karbon dan keragaman hayati,” ujar Mikaela Weisse, manajer proyek layanan pemantauan hutan GFW yang dikelola World Resources Institute.

“Fakta bahwa hutan primer kita musnah sangat cepat benar-benar mengkhawatirkan,” kata Weisse kepada Thomson Reuters Foundation.

Hilangnya hutan primer, yang sempat menyentuh angka tertinggi pada 2016 dan 2017, meningkat 2,8% pada 2019 dibanding tahun sebelumnya.

Ekspansi pertanian, kebakaran hutan, pembalakan, pertambangan dan pertumbuhan populasi berkontribusi terhadap deforestasi, tutur para peneliti GFW.

Penebangan hutan sangat berpengaruh pada pencapaian target internasional untuk meredam perubahan iklim, karena pepohohan menyerap sekitar sepertiga emisi global gas rumah kaca yang dapat menaikkan suhu bumi.

Hutan juga menghasilkan pangan dan sumber penghasilan bagi penduduk yang tinggal di dalam atau sekitarnya, sekaligus menjadi habitat penting bagi satwa liar dan menunjang curah hujan tropis.

Pemerintah berbagai negara yang tengah menyiapkan rencana stimulus ekonomi pasca wabah virus corona seharusnya juga memasukkan langkah-langkah perlindungan hutan, kata Weisse.

Dalam jangka pendek, Weisse memperingatkan, wabah virus corona ini dapat memperlemah penegakan undang-undang kehutanan karena dapat dimanfaatkan oknum tertentu untuk melakukan tindakan kejahatan lingkungan.

Dalam jangka menengah, beban ekonomi dapat menambah tekanan untuk memperluas industri ekstraktif di dalam hutan atau pertanian skala besar, Weisse menambahkan.

Para pekerja yang terpaksa pulang kampung dari kota akibat kehilangan pekerjaan juga berpotensi merambah hutan untuk mencari makan dan menaikkan risiko deforestasi, lanjutnya.

“Situasi sudah berubah,” ujar Weisse tentang pandemi COVID-19. “Yang harus kita lakukan juga berubah.”

Virus corona: artikel terbaru

KEBAKARAN HUTAN

Tiga negara yang mengalami kehilangan hutan primer terbesar tahun lalu—Brasil, Republik Demokratik Kongo dan Indonesia—masih berada di posisi yang sama abad ini, kata peneliti GFW.

Lebih dari sepertiga hutan primer yang musnah pada 2019—yaitu seluas 1,36 juta hektar—berada di Brasil.

Data menunjukkan bahwa kebanyakan kebakaran hutan di Brasil yang ramai diberitakan media internasional tahun lalu bukan terjadi di hutan primer, melainkan di kawasan bekas hutan. Para petani di Brasil membersihkan lahan yang sudah gundul untuk membuka lahan pertanian dan penggembalaan.

Bolivia, negara tetangga Brasil, memecahkan rekor musnahnya hutan primer seluas 290.000 hektar akibat kebakaran hutan dan pepohonan di kawasan sekitarnya, ungkap GFW.

Di Australia, hilangnya tutupan hutan melonjak 560% dibandingkan pada 2018 akibat kebakaran lahan dalam skala besar yang tak pernah terjadi sebelumnya. Hal itu membuat 2019 menjadi tahun terburuk dalam catatan sejarah negeri kanguru tersebut.

Data GFW memperlihatkan hilangnya hutan di Kongo mengalami sedikit penurunan ke angka 475.000 hektar, meski angka tersebut masih tercatat sebagai ketiga paling parah bagi negara di Afrika tersebut.

Lebih lanjut, data tersebut juga menunjukkan bahwa Malaysia kehilangan 120.000 hektar hutan primer tahun lalu, mencatatkan negeri jiran tersebut di posisi keenam setelah Peru dengan 162.000 hektar.

Angka kerusakan hutan di Indonesia masih berada di angka terendah dalam sejarah selama tiga tahun berturut-turut, yaitu 324.000 hektar, atau 5% lebih rendah dibandingkan pada 2018, menurut GFW.

Penegakan hukum yang lebih tegas untuk mencegah kebakaran hutan dan pembukaan lahan, serta larangan pembukaan hutan dan moratorium konsesi sawit baru cukup membantu, kata manajer kehutanan dan iklim di lembaga kajian World Resources Institute Indonesia Arief Wijaya.

“Sekarang saya ingin melihat pemerintah tidak saja berupaya mengurangi deforestasi, tetapi juga membalikkan deforestasi,” kata Arief. 

Kini, Arief menambahkan, ketika Indonesia tengah berperang melawan pandemi virus corona, penting untuk menjaga agar anggaran yang telah disisihkan untuk perlindungan dan pemulihan hutan tidak direalokasikan untuk menunjang ekonomi serta layanan kesehatan.

Secara keseluruhan, data GFW menunjukkan bahwa tahun lalu negara-negara tropis kehilangan 11,9 juta hektar tutupan hutan—termasuk hutan alami dan perkebunan kayu.

“Banyak sekali upaya internasional dilakukan untuk mencoba memperlambat atau menghentikan penebangan hutan tropis, tetapi fakta bahwa kita tidak melihat angka [pengurangan hutan] berubah di tingkat global cukup mengkhawatirkan,” tutur Weisse.

 

Artikel terkait:

Asia's rapid urbanisation, deforestation linked to deadly viruses

Lost giants: Logging and climate shifts slash forest carbon storage

Jailing of farmer who cut 20 trees spotlights Indonesia land conflicts

Will coronavirus fan the flames of Southeast Asia's haze problem?

 

(Liputan oleh Michael Taylor @MickSTaylor; disunting oleh Megan Rowling. Dalam mengutip harap sebutkan Thomson Reuters Foundation, divisi nirlaba Thomson Reuters yang mengangkat kehidupan orang-orang di berbagai penjuru dunia yang berjuang untuk hidup bebas dan adil. Kunjungi kami di: http://news.trust.org)

 

Standar Kami: The Thomson Reuters Trust Principles.

Our Standards: The Thomson Reuters Trust Principles.

-->