Di Kalimantan, layanan kesehatan yang terjangkau bagi warga desa di sekitar hutan terbukti dapat membantu mengurangi pembalakan liar dan menanggulangi perubahan iklim
Oleh Michael Taylor
27 Oktober (Thomson Reuters Foundation) – Peneliti mengatakan layanan kesehatan terjangkau bagi masyarakat sekitar kawasan hutan dapat membantu mengurangi pembalakan liar dan menanggulangi pemanasan global. Pernyataan ini disampaikan di saat salah satu organisasi yang menyediakan layanan serupa memenangi penghargaan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Selasa lalu.
Penelitian terbaru oleh Stanford University, Amerika Serikat (AS), menganalisis pos kesehatan—yang melayani 120.000 warga—yang didirikan oleh organisasi Health in Harmony yang berbasis di AS, bekerja sama dengan lembaga nirlaba setempat. Klinik tersebut berlokasi dekat Taman Nasional Gunung Palung di Kalimantan Barat.
Dengan menggunakan citra satelit dan data rekam medis pasien antara 2009-2019, para peneliti mengaitkan layanan kesehatan tersebut dengan penurunan pembalakan liar sebesar 70% dibandingkan taman nasional lainnya—atau setara dengan terlindunginya hutan seluas lebih dari 27 kilometer persegi.
Salah satu penulis hasil penelitian tersebut, ilmuwan dari Stanford Woods Institute for the Environment Susanne Sokolow, mengatakan bahwa para peneliti mengamati adanya penurunan tajam pemusnahan hutan.
“Hal yang patut dicatat, kami juga menemukan bahwa semakin sering warga desa berinteraksi dengan cara mendatangi klinik atau berpartisipasi dalam program konservasi… dampak yang kami lihat juga semakin besar,” Sokolow mengatakan kepada Thomson Reuters Foundation.
Penurunan terbesar dalam pembalakan liar terjadi di desa-desa yang warganya paling sering mendatangi klinik, penelitian tersebut mengungkapkan.
Peneliti dari Stanford menyatakan, secara global, sekitar 35% kawasan alami yang terlindungi dimiliki, dikelola atau dihuni masyarakat adat dan warga setempat. Namun kelompok ini jarang diperhitungkan dalam rancangan program konservasi dan iklim.
Dalam merumuskan solusi, Health In Harmony dan organisasi afiliasinya di Indonesia, Alam Sehat Lestari (ASRI), awalnya mewawancarai masyarakat setempat dan menemukan bahwa alasan utama warga menebang pohon adalah untuk biaya pengobatan.
Berdasarkan informasi ini, organisasi tersebut mendirikan klinik dengan biaya terjangkau pada 2007. Klinik tersebut melayani ribuan pasien dan menerima berbagai cara pembayaran, mulai dari pembayaran dengan anakan pohon, kerajinan tangan, pupuk kandang, bahkan pembayaran bermodal tenaga. Sistem ini dirancang oleh klinik bersama-sama dengan masyarakat.
Dengan kesepakatan yang dibuat bersama pimpinan kabupaten, klinik tersebut juga menyediakan potongan biaya untuk warga yang dapat menunjukkan bukti penurunan penebangan hutan.
Di samping itu, klinik tersebut juga menyediakan pelatihan pertanian organik berkelanjutan dan skema pembelian balik gergaji mesin dari penduduk.
Health In Harmony diumumkan sebagai pemenang U.N. Global Climate Action Award Selasa lalu, atas upayanya dalam melawan deforestasi, mememenuhi kebutuhan kesehatan warga dan memberdayakan perempuan.
Selain klinik, organisasi ini juga menjalankan program kebun tanaman pangan yang telah membantu 325 perempuan menanam dan menjual sayur-mayur, di samping menyerahkan lebih dari 280 kambing untuk membantu janda-janda lanjut usia mencapai kemandirian finansial.
Penelitian oleh Stanford University yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences ini menyebutkan penurunan deforestasi sebesar 70%, yang setara dengan pencegahan pelepasan karbon senilai 65 juta dolar Amerika Serikat, berdasakan harga di pasar karbon Eropa.
Para peneliti juga mengukur penurunan signifikan angka penderita penyakit menular dan penyakit lainnya seperti malaria dan tuberkulosis.
Direktur eksekutif klinik periode 2014-2016 dan anggota dewan pengawas Health in Harmony Monica Nirmala menyatakan data penelitian tersebut mendukung dua kesimpulan penting.
“Kesehatan manusia adalah bagian integral konservasi alam dan begitu pula sebaliknya. Dan kita harus mendengarkan arahan masyarakat sekitar hutan hujan sebab mereka yang paling memahami bagaimana hidup berdampingan secara berimbang dengan hutan,” Nirmala mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis.
Para peneliti Stanford kini bekerja sama dengan dua lembaga nirlaba untuk mereplikasi pendekatan kesehatan ini pada masyarakat sekitar hutan di Indonesia, Madagascar dan Brasil.
Artikel terkait:
Forests overlooked as allies in global poverty fight, scientists say
Cash payments to cut poverty in Indonesian villages help forests too
Jailing of farmer who cut 20 trees spotlights Indonesia land conflicts
(Liputan oleh Michael Taylor @MickSTaylor; disunting oleh Megan Rowling. Dalam mengutip harap sebutkan Thomson Reuters Foundation, divisi nirlaba Thomson Reuters, yang mengangkat kehidupan orang-orang di seluruh penjuru dunia yang berjuang untuk hidup bebas dan adil. Visit http://news.trust.org)
Our Standards: The Thomson Reuters Trust Principles.