×

Our award-winning reporting has moved

Context provides news and analysis on three of the world’s most critical issues:

climate change, the impact of technology on society, and inclusive economies.

Megaproyek dianggap sebagai kuda Troya yang akan merusak hutan hujan

by Michael Taylor | @MickSTaylor | Thomson Reuters Foundation
Thursday, 19 November 2020 00:01 GMT

FOTO FILE: Foto udara menunjukkan lokasi tambang emas ilegal. Mesin-mesin tambang dihancurkan dalam operasi yang dilaksanakan oleh Brazilian Institute for the Environment and Renewable Natural Resources (IBAMA) dan Polisi Federal dekat kota Altamira, negara bagian Para, Brasil, 30 Agustus, 2019. Foto diambil menggunakan drone. REUTERS/Nacho Doce

Image Caption and Rights Information

Dengan tujuan menghentikan dan mengakhiri penebangan hutan yang sudah kelewat batas, para peneliti memperingatkan bahaya rencana pembangunan infrastruktur dan pertambangan di kawasan hutan tropis.

Oleh Michael Taylor

KUALA LUMPUR, 19 November (Thomson Reuters Foundation) – Meningkatnya jumlah proyek infrastruktur dan pertambangan skala besar yang kurang transparan demi tujuan pembangunan menjadi ancaman kerusakan dan pembukaan hutan hujan di dunia, para peneliti memperingatkan Kamis (19/11).

Laporan yang mengukur kemajuan Deklarasi New York tentang Hutan 2014—yang didukung lebih dari 200 negara, perusahaan dan kelompok lingkungan—menunjukkan bahwa target penurunan setengah dari laju hilangnya hutan alam tidak akan tercapai.

Laporan tahunan yang penyusunannya dipimpin oleh perusahan konsultan Climate Focus tersebut menyebutkan bahwa untuk mencapai target mengakhiri deforestasi pada 2030, perlu dilakukan pengurangan pemusnahan hutan dalam skala yang sangat besar, “yang belum pernah dilakukan sebelumnya.”

Penulis utama laporan tersebut, direktur eksekutif yang berbasis di Berlin Franziska Haupt, memperingatkan bahwa kawasan hutan yang masih tersisa “menghadapi ancaman besar dari pembangunan infrastruktur dan pertambangan.”

“Koridor ekonomi dibangun dengan membuka kawasan yang masih tersisa ini, sehingga memojokkan masyarakat adat dan penduduk lainnya,” Haupt menjelaskan kepada Thomson Reuters Foundation.

Pada 2019, menurut data dari layanan monitoring daring Global Forest Watch, hutan hujan tropis yang pelestariannya dinilai sangat penting untuk membatasi pemanasan global, dimusnahkan seluas setara satu lapangan sepak bola setiap enam detik.

Kelompok pemerhati lingkungan menuding produksi komoditas dan mineral sebagai penyebab utama kerusakan tersebut. Hutan pengikat karbon kerap dibuka untuk menyediakan lahan bagi perkebunan, pertanian dan pertambangan.

“Pertambangan dan infrastruktur jelas memiliki dampak langsung—jika akan membangun jalan atau tambang terbuka, orang harus menebang pohon,” ujar Haupt.

“Masalahnya bukan semata-mata soal deforestasi,akan tetapi pembangunan-pembangunan ini membuka jalan bagi kegiatan ekonomi dan ekstraksi sumber daya lainnya.”

JALAN TAK BERUJUNG

Megaproyek yang dibangun di sekeliling koridor ekonomi ini akan menghubungkan jalan, kanal transportasi air dan jalur kereta api dengan aktivitas ekstraksi sumber daya alam dan bendungan raksasa. Berdasarkan laporan yang disusun 22 organisasi ini, pembangunan tersebut direncanakan di kawasan hutan tropis yang sangat penting.

Di negara-negara di kawasan Amazon—Bolivia, Brasil, Kolombia, Peru dan Ekuador—investasi sebesar 27 miliar dolar AS telah dikucurkan untuk lima tahun ke depan. Laporan tersebut menyatakan, investasi tersebut ditujukan untuk membangun atau memperbaharui jalan sepanjang 12.000 km.

Realisasi keseluruhan rencana proyek ini akan mengakibatkan deforestasi seluas 2,4 juta hektar selama dua dekade ke depan, laporan tersebut menambahkan.

Di Asia, proyek jalan tol Trans Papua  sepanjang 4.000 km, yang akan membelah Situs Warisan Dunia Taman Nasional Lorentz, akan membuka akses ke lebih dari 50.000 hektar lahan konsesi pertambangan di dalam taman nasional, menurut laporan tersebut.

Jalur kereta api yang rencananya akan dibangun di Kalimantan, pulau yang kaya sumber daya alam, akan membuka kawasan pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa negara tetangga Papua Nugini berencana melipatkgandakan jaringan jalan darat di negara tersebut pada akhir 2022.

Pembangunan jalur transportasi yang tak terkendali berpotensi menimbulkan kerusakan terbesar bagi hutan, tambah laporan ini.

Menurut para peneliti, jalur transportasi tersebut akan memudahkan pembalak, petani dan kelompok lain yang ingin menebang pohon secara legal maupun ilegal untuk memasuki hutan.

Sekitar sembilan hingga 17 persen jalan darat menjadi penyebab rusaknya hutan di kawasan tropis dan sub-tropis. Penebangan hutan baru kebanyakan terjadi dalam jarak satu km dari jalan, laporan tersebut mengungkapkan.

Haupt mengatakan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan ekonomi, terutama di tempat-tempat yang belum terjangkau berbagai layanan dasar.

“Jalan tetap dibutuhkan, dan efeknya selalu ditanggung hutan, kami sangat khawatir dengan proyek-proyek raksasa ini,” dia menambagkan.

JALUR LINGKAR DAN JALAN RAYA

Kebanyakan megaproyek direncanakan dalam skala yang luar biasa besar, tutur Haupt. Dia mencontohkan Inisiatif Belt and Road (Jalur Lingkar dan Jalan Raya) milik Tiongkok yang berambisi menghubungkan Asia dan Eropa, dan bahkan lebih jauh lagi. Proyek ini melibatkan lebih dari 100 negara.

Para peneliti tidak menemukan bukti bahwa megaproyek yang kerap minim transparansi tersebut dibangun beriringan dengan pembangunan layanan publik, kesehatan dan peluang kerja di tingkat lokal.

Pemerintah di berbagai negara harus mempertimbangkan nilai hutan dan manfaat ekonomi yang akan dinikmati penduduk lokal dari dilaksanakannya megaproyek tersebut. Pemerintah juga harus menjamin bahwa penduduk lokal dilibatkan dalam urun rembuk sebagaimana mestinya.

Semua negara harus mengembangkan kemitraan untuk melindungi hutan. Industri harus membatasi penggunaan bahan bakar fosil, tutur Haupt. Dia menambahkan bahwa banyak negara telah menyatakan dukungan terhadap komitment internasional dan menerapkan kebijakan yang baik, tetapi praktiknya masih minim.

“Gagasan mencapai pembangunan berkelanjutan ini  bukan ide radikal. Tetapi model [ekonomi] yang ada sekarang bertabrakan dengan target-target ini,” katanya. “Apakah deforestasi bisa dibenarkan karena adanya manfaat-manfaat lainnya ini?”

Artikel terkait:

Biden urged to work with business, China to protect SE Asia rainforest

Wildlife populations in free fall as forests cut to grow food 

Indonesia's push to cut red tape sparks forest fire concerns 

 

(Liputan oleh Michael Taylor @MickSTaylor; disunting oleh Megan Rowling. Dalam mengutip harap sebutkan Thomson Reuters Foundation, divisi nirlaba Thomson Reuters yang mengangkat kehidupan orang-orang di berbagai penjuru dunia yang berjuang untuk hidup bebas dan adil. Kunjungi kami di: http://news.trust.org)

Our Standards: The Thomson Reuters Trust Principles.

-->